Hari Raya Saraswati
Hari Raya
Saraswati adalah hari yang dianggap baik oleh umat Hindu untuk memperingati
turunnya ilmu pengetahuan. Bagi umat Hindu Indonesia hari raya Saraswati
diperingati setiap 210 hari, yaitu pada hari Saniscara Umanis (Sabtu legi) wuku
watugunung. Pemujaan ditujukan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi sebagai sumber
ilmu pengetahuan. Beliau disebut Saraswati Dewi atau Dewi Saraswati, diwujudkan
dengan aksara “Om Kara” dan dipersonifikasikan sebagai wanita cantik bertangan
empat memegang wina, ganitri, cakepan, kropak, dengan mengendarai burung merak
dan angsa.
1.
Makna simbolis Saraswati
a.
Wanita cantik mempunyai arti simbolis bahwa ilmu
pengetahuan itu memiliki daya tarik dan kiranya digandrungi oleh setiap orang
b.
Bertangan empat sebagai lambang kekuatan atau
kemampuan menjangkau segala arah mata angin.
c.
Kropak atau Cakepan sebagai lambang sumber ilmu
pengetahuan
d.
Wina sebagai simbol bahwa ilmu pengetahuan itu
makin direnungkan makin indah dan menarik.
e.
Ganitri sebagai simbol bahwa ilmu pengetahuan
itu tidak akan habis-habisnya untuk dipelajari atau tidak ada awal dan tidak
ada akhir.
f.
Angsa sebagai lambang ketenangan dan
kewaspadaan, maksudnya dengan ilmu pengetahuan itu seseorang akan mencapai
kesadaraan diri sehingga hidupnya akan mencerminkan ketenangan dan selalu
waspada.
g.
Burung Merak sebagai lambang keagungan,
kewibawaan, derajat/martabat dan bisa memberikan kebahagiaan orang lain
Pemujaan pada hari
Saraswati lebih banyak bersifat penyucian diri, lahir dan batin untuk
selanjutnya dapat menerima sinar suci Tuhan berupa ilmu pengetahuan yang
berguna untuk mencapai kesempurnaan hidup di dunia sekala dan alam niskala.
Pelaksanaan pemujaan dilakukan dengan persembahyangan serta menghaturkan
sesajen yang dipusatkan pada kitab-kitab suci yang merupakan sumber ilmu
pengetahuan secara sekala atau niskala. Upacara diselengarakan pada pagi hari.
Selama itu hendaknya dihindari membaca pustaka-pustaka suci ataupun hal-hal
lain yang bersifat pengetahuan. Maksudnya ialah sebagai penghormatan selama
diselenggarakan upacara pemujaan. Sesajen yang dipersembahkan upacara pemujaan.
Sesajen yang dipersembahkan adalah:
1)
Dalam tingkatan yang paling kecil terdiri dari:
Banten saraswati.
2)
Dalam tingkatan menengah (madya) terdiri dari
Banten Saraswati, Ajuman Putih Kuning, Peras dan Daksina.
3)
Dalam tingkatan yang besar (utama), terdiri
dari: Sesajen-sesajen seperti diatas, ditambahkan dengan Suci beserta
runtutan-runtutannya, Sesayut Saraswati dan banten ayaban sesuai dengan
kemampuan.
2.
Banten Saraswati
Untuk membuat banten ini diperlukan bebrapa perlengkapan
sebagai berikut:
a.
Jaja Saraswati adalah jajan yang berbentuk
bundar kemudian secara berturut diisi dua ekor berbentuk cecak dari tepung
beras berwarna putih bermata hitam lengkap dengan sarangnya, akan lebih
sempurna bila dilengkapi dengan jajan berbentuk Om-kara, dibuat dari bahan yang
sama tetapi berwarna hitam.
b.
Bubur precet, adalah bubur yang berbentuk
gilingan melingkar-lingkar, dibuat dari tepung beras dicampur dengan santan dan
air cendana.
c.
Bubuh nganten adalah bubur berwarna putih dan
kuning dibuat dari bahan seperti diatas.
d.
Bubuh rook adalah sejenis rokok dibuat dari daun
andong diisi bubur seperti di atas diikat dengan benang putih. Untuk banten
Saraswati diperlukan dua buah rook.
e.
Sekar Saraswati adalah setangkai bcabang
beringin berisi 5 lembar daun ; Tiga diantara diisi bubur seperti diatas tetapi
bungkusannya berbentuk segitiga, rokok dan lekukan yang menyerupai
“Base-Tampel”(sirih yang dibentuk secara khusus).
f.
Tadahan Saraswati terdiri dari beras yang dicuci
sampai bersih dialasi sebuah tangkih/tempat lain. Ada pula yang membuat dari
ketan dicuci sampai bersih dicampur dengan parutan kelapa.
g.
Nasi pradnyan, adalah nasi yang dicampur dengan
kacang “komak” atau sejenisnya yang telah direbus dengan bumbu, diisi serundeng,
kacang goreng, ikan teri goreng, telor dadar, terong , mentimun, serta lauk
lain yang biasa dijadikan persembahan, serta daun kemangi, daun “Pradnya” (daun
intaran) ataupun daun-daunan lain yang berfungsi sebagai penyedap.
h.
Jaja Kukus Putih Kuning dibuat dari ketan yang
dikukus diberi warna putih dan kuning. Bila memungkinkan dapat dilengkapi
dengan beberapa jenis “Jaja Sesamuhan Suci” berwarna putih kuning.
Sesungguhnya
masih ada beberapa perlengkapan tetapi fungsinya sama yaitu sebagai
“pengelebar”, setelah persembahyangan pada keesokan harinya (setelah mebanyu
pinaruh). Perlengkapan-perlengkapan tersebut masing-masing dialasi sebuah
tangkih kemudian diatur letaknya pada sebuah tamas atau taledan dilengkapi
dengan jajan, Buah-buahan, sampian kepet-kepetan, penyeneng beserta isinya dan
canang buratnyawangi/canang sari. Bila tidak memungkinkan untuk membuat alas
seperti diatas, dapat mempergunakan yang lain misalnya piring serta mangkuk
kecil-kecil asalkan dalam keadaan suci/belum pernah dipakai. Mengenai sesajen
lainnya tidak dijelaskan lagi karena sudah umum dipergunakan, sedangkan sesajen
dalam tingkatan utama, penggunaannya terbatas dikalangan Pandita saja.
Sumber
Judul
Buku : Panca Yadnya
Penyusun : DR. I Wayan Suarjaya, dkk
Tahun
terbit : 2008
Penerbit :Widya Dharma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar