Selasa, 03 Januari 2017



PENGELOMPOKKAN PURA DI BALI BERDASARKAN FUNGSI DAN KARAKTERISTIKNYA

1.      Pengertian
Pura adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa salam segala Prabhawa (manifestasi-Nya) dan Atma Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur). Disamping dipergunakan istilah Pura untuk menyebut tempat suci atau tempat pemujaan, dipergunakan juga istilah Kahyangan atau Parhyangan.
2.      Fungsi Pura
Pura adalah tempat suci umat Hindu yang berfungsi sebagai tempat pemujaan Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabhawa-Nya (manifestasi-Nya) dan atau Atma Sidha Dewata (Roh Suci Leluhur) dengan sarana upacara yadnyanya sebagai perwujudan dari Tri Marga.
3.      Tujuan Pengelompokkan Pura
a.       Untuk meningkatkan pengertian dan kesadaran umat terhadap Pura Sebagai tempat suci umat Hindu.
b.      Menghindari salah tafsir bahwa dengan adanya banyak palinggih di suatu Pura, Agama Hindu dianggap politheistik.
4.      Dasar Pengelompokkan Pura
a.       Tattwa Agama Hindu yang berpokok pangkal pada konsepsi Ketuhanan: “Ekam sat wipra bahudha vadanti”, artinya Hanya satu Tuhan Yang Maha Esa orang arif bijaksana menyebutnya dengan banyak nama. Brahman Atman aikhyam artinya: Brahman dan Atman hakekatnya menunggal (Reg Weda).
b.      Prabhawa Hyang Widhi Wasa dan atau Atma Sidha Dewata yang dipuja di Pura tersebut.
c.       Panyiwi Pura tersebut, jagat dan warga (clan).
5.      Pengelompokkan Pura di Bali
a.       Berdasarkan fungsinya digolongkan menjadi dua kelompok:
1.      Pura Jagat yaitu Pura yang berfunsi sebagai tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa dalam segala Prabhawa-Nya (manifestasi-Nya).
2.      Pura Kawitan yaitu Pura yang berfungsi sebagai tempat suci untuk memuja  Atma Sidha Dewata (Roh suci leluhur).
b.      Berdasarkan karakteristik digolongkan menjadi empat kelompok:
1.      Pura Kahyangan Jagat yaitu Pura tempat pemujaan Hyang Widi Wasa dalam segala Prabhawa-Nya(manifestasi-Nya) seperti Pura Sad Kahyangan dan Pura Jagat lainnya.
2.      Pura Kahyangan Desa (teritorial) yaitu Pura yang disungsung oleh Desa Adat.
3.      Pura Swagina (Pura Fungsional) yaitu Pura yang penyiwinya terikat oleh ikatan swaginanya (kekaryaannya) yang mempunyai profesi sama dalam sistem mata pencaharian hidup seperti: Pura Subak, Pura Melanting, dan yang sejenisnya.
4.      Pura Kawitan yaitu Pura yang penyiwinya ditentukan oleh ikatan “wit” atau leluhur berdasarkan garis kelahiran(geniologi), seperti: sanggah/merajan, Pretiwi, Ibu, Panti, Dadia, Batur, Panataran Dadia, Dalem Dadia, Dadia, Pedharman dan yang sejenisnya.
Sumber
Judul buku : Manggala Upacara
Penyusun : Drs. I Made Sujana & I Nyoman Susila
Tahun Terbit: 2007
Penerbit: Paramita Surabaya
Kata kunci: Pura-tempat suci-umat Hindu

Penggunaan Penjor Pada Waktu Hari Raya Galungan


1.      Pengertian
Penjor adalah salah satu sarana Upakara dalam merayakan Hari Raya Galungan, dan merupakan simbul Gunung yang memberikan keselamatan dan kesejahteraan, seperti halnya Gunung Agung, di mana Pura Besakih yang merupakan tempat pemujaan terbesar bagi umat Hindu di Indonesia.
2.      Bahan dan perlengkapan
a.       Bahan penjor adalah sebatang bambu yang ujungnya melengkung, dihiasi dengan daun kelapa/daun enau yang muda serta daun-daunan lainnya (palawa).
b.      Perlengkapannya yaitu: pala bungkah seperti kelapa, mentimun, pisang, dan sebagainya; pala wija (biji-bijian) yaitu: jagung, padi, dan sebagainya, jajan, 11 uang kepeng/logam, serta sanggah lengkap dengan sesajennya. Pada ujung penjor digantungkan sampian penjor lengkap dengan porosan (sirih, kapur, pinang) dan bunga.
c.       Pada hari kuningan sesajennya dilengkapi dengan endongan tamiang dan kolem.
3.      Tujuan pemasangan
Tujuan pemasangan penjor sebagai swadharma umat Hindu untuk mewujudkan rasa bhakti dan terima kasih kehadapan Hyang Widhi Wasa dalam prabhawa-Nya sebagai Hyang Giripati
4.      Waktu pelaksanaan
a.       Pemasangan penjor dilaksanakan pada hari Anggara Wage wuku Dungulan (sehari sebelum galungan) setelah menghaturkan “banten penampahan Galungan”
b.      Penjor dapat dicabut pada Redite Umanis Langkir (sehari setelah kuningan). Semantara itu perlengkapan seperti sampian, lamak serta perlengkapan upakara Galungan lainnya dapat dibakar dan abunya sebagian disimpan pada kelapa gading muda yang dikasturi.
c.       Pada hari Budha Kliwon Pahang (35 hari setelah hari raya Galungan), abu dalam kelapa gading tersebut di atas dilengkapi dengan sarana kwangen dan 11 uang kepeng/logam selanjutnya ditanam di pekarangan rumah atau dihanyut sertai permohonan “pakukuh jiwa urip” (kadirgayusan).
d.      Tempat pemasangan
Penjor dipasang atau ditancapkan pada “lebuh” di depan sebelah pintu masuk pekarangan rumah, sedangkan sanggah dan lengkungan ujung penjor menghadap tengah jalan. 

Sumber
Judul buku : Manggala Upacara
Penyusun : Drs. I Made Sujana & I Nyoman Susila
Tahun Terbit: 2007
Penerbit: Paramita Surabaya

Kata kunci: Penjor-rerainan-Galungan-Umat Hindu